Salafy Garut

Ilmu-Amal-Dakwah-Sabar

Awas Makanan Haram!!

Betapa mirisnya hati ini melihat orang jaman sekarang yang menggampang-gampangkan dalam mencari rezeki. Ada diantara mereka yang mencari dengan jalan korupsi dengan berbagai macam jenisnya (pura-pura lembur / lembur buta, mark up dll) ada yang dengan jalan meminta-minta dipinggir jalan ada yang dengan merampok ada yang dengan mengemis+memaksa dengan label pengamen dll. Waliyyadzubillah (yaa Allah jauhkan kami dari sikap demikian) pada kesempatan ini kami akan menurunkan sebuah artikel yang saya membaca artikel tersebut di Majalah Fatawa Vol.III No. 1 Desember 2006 semoga ada manfaatnya..

Betapa kurang ajarnya tingkah pemuda Yahudi Bani Qainuqa’ di Madinah. Pemuda-pemuda bejat akhlaqnya itu menarik-narik kain seorang perempuan yang sedang berjual beli dengan mereka. Betapa sadisnya kebiadaban Yahudi Bani Nadzir di Madinah yang ingin menjatuhkan batu besar ke diri Rasulullah, Muhammad n. Dan betapa liciknya kemunafikan Yahudi Bani Quraiddhah yang mengadakan permufakatan rahasia dengan kafir Quraisy ketika perang Khandaq, di mana kaum muslimin dipimpin Rasulullah berada di dalam parit.

Bejatnya akhlaq, sadisnya tingkah dan liciknya hati busuk, semuanya telah mewabah pada darah daging mereka orang-orang Yahudi Bani Israel. Dan penyakit akhlaq yang sampai memuncak itu tentunya ada bibit-bibit penyakitnya. Bukan sekadar kuman akhlaq yang ringan, tetapi kuman yang berbahaya. Dan kuman itu tidak hanya sekali datang berlalu, namun sekali datang dan datang lagi, bahkan senantiasa diusahakan datang. Apa itu? “Aklihimus suht”. Makanan mereka haram.

Di dalam Al-Quran ditegaskan oleh Allah:
“Dan engkau akan melihat kebanyakan dari mereka (orang Yahudi) berlomba-lomba dengan dosa dan permusuhan dan mema-kan yang haram. Sungguh buruklah apa yang mereka kerjakan”. (Al-Maidah : 62).

Kenapa yang jadi bibit penyakitnya makanan haram? Jelas. Mereka memiliki energi, tenaga untuk berbuat adalah karena makanan. Lantas, mereka berbuat aneka usaha, arahnya adalah mencari makan. Jadi makanan di sini ibarat terminal, tempat berangkat dan sekaligus tempat tujuan. Kalau makanan itu sudah jelas-jelas haram dan itulah yang menjadi pangkal mereka berbuat, maka kebaikan apa yang perlu mereka perjuangkan dengan modal makanan haram itu? Tidak mungkin mereka memburu kebaikan dengan umpan yang dimiliki berupa modal makanan haram. Maka tidak mungkin pula mereka berhati-hati untuk memperhitungkan mana yang halal dan mana yang haram dalam memburu sasaran yang tak lain adalah makanan pula. Ibarat orang yang memang sudah memakai baju kotor untuk membengkel, mana mungkin ia menghitung-hitung mana tempat yang bersih dan mana yang kotor. Toh tempat yang bersih ataupun kotor sama saja, bahkan lebih perlu menyingkiri tempat yang bersih, karena nanti harus bertugas membersihkan tempat itu kalau kena kotoran dari bajunya.

Singkatnya, dengan modal bekal makanan haram, perbuatan-nya pun cenderung menempuh jalan haram, dan hasilnya pun barang haram, kemudian dimakanlah hasil yang haram itu untuk bekal berbuat yang haram lagi dan seterusnya.

Moral buruk dan makanan haram

“…..Sungguh buruklah apa yang mereka kerjakan!” Ini penegasan Allah SWT.
Perbuatan mereka itu jelas dicap sebagai keburukan. Namun bukan sekadar mandeg/berhenti sampai perbuatan mereka itu saja sirkulasinya. Tidak. Dalam contoh kasus ini, yang berusaha mencari makanan haram tentunya adalah orang tua, penanggung jawab keluarga. Tetapi yang memakan hasilnya, makanan haram, berarti seluruh keluarga yang ditanggung oleh pencari harta haram itu. Dan ternyata, betapa bejatnya akhlaq/moral pemuda-pemuda alias anak-anak mereka yang diberi makan dengan makanan haram itu. Pemuda-pemuda itu sampai begitu lancangnya, menarik-narik kain perempuan di pasar saat berjual beli.

Mungkinkah pemuda-pemuda tersebut sebejat itu kalau mereka ditumbuhkan dengan makanan halal, mereka lihat orang tuanya shaleh, lingkungannya baik-baik dan terjalin ukhuwah/ persaudaraan dengan baik? Sebaliknya, mungkinkah dengan modal makanan haram itu orang tua menunjukkan “baiknya” perbuatan jahat mereka (yang sudah ketahuan memburu barang haram), menampakkan ketulusan hati (yang sudah ketahuan rakus terhadap barang haram) dan menasihati dengan amalan baik-baik (sedang dirinya jelas melanggar)? Tidak mungkin. Maka tumbuh dengan suburlah generasi penerus mereka itu dengan pupuk-pupuk serba haram dan jahat. Itulah.

Orang alim agama ada yang lebih parah

Sikap seperti itu sungguh parah. Tetapi, masih ada yang lebih parah. Karena yang lebih parah ini bahkan menyangkut orang-orang pandai dan pemuka agama, maka Allah SWT mengecamnya cukup diawali dengan bentuk pertanyaan.

“Mengapa orang-orang alim mereka, dan pendeta-pendeta mereka (Yahudi) tidak melarang mereka mengucapkan perkataan dosa dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (Al-Maidah : 63).

Kita dalam hal diamnya para alim dan pemuka agama di kalangan Yahudi itu bisa juga menduga-duga kenapa mereka tidak mencegah perkataan dosa dan makan haram. Dugaan itu akan membuat perasaan bergetar, kalau sampai mereka yang alim dan pemuka agama di kalangan Yahudi itu bahkan antri ikut makan haram.

Maka ayat tersebut, bagi Ibnu Abbas (sahabat Nabi n yang ahli tafsir Al-Quran) adalah celaan yang paling keras terhadap ulama yang melalaikan tugas mereka dalam menyampaikan da’wah tentang larangan-larangan dan kejahatan-kejahatan. Bahkan Ad-Dhohhaak berkata, tidak ada ayat dalam Al-Quran yang lebih aku takuti daripada ayat ini.

Tidak kurang dari itu, bahkan cercaan Allah itu lebih penting untuk disadari oleh ulama Islam, bukan sekadar cerita cercaan terhadap pendeta-pendeta Yahudi.

September 28, 2007 - Posted by | dasar islam

6 Komentar »

  1. assalamu’alaikum

    ups ngeri jg yah…kl gt waspada deh

    Komentar oleh pegawai | November 13, 2007 | Balas

  2. Assalamu ‘aliakum Warohmatullohi wabarokatuh…

    ana juga dari garut, tapi kerja di jakarta…., alhamdulillah ana udah mulai belajar islam dengan rujukan ulama-ulama ahlus sunnah as-salafiy. Ana juga kadang-kadang ikut ta’lim kalo hari sabtu/minggu nggak pulang ke garut.

    mungkin antum tahu jadwal dan tempat kajian salafiy di garut…tolong dikabarin….soalnya ana hari sabtu/minggu biasanya ada di garut…

    pokona mah salam kenal ti sim kuring kang….akang garutna dimana…?manawi tiasa silatarahim…

    syukron…

    Komentar oleh an.gg.un | November 20, 2007 | Balas

  3. assalaamu’alaikum

    dari dulu sampai sekarang, kita slalu di ingatkan akan makanan dan minuman haram. bagaikan seutas jaring laba-laba, ada tapi hampir tak terlihat bahkan tak terasa. apalagi makanan dan minuman hampir semuanya dikemas sedemikian rupa supaya menarik konsumen, ironis memang, logo merk melupakan logo halal yang tercantum. yahhhh …. mau gimana lagi ……. tapi tetap kita bersama seiman sudah selayaknya saling Asah, Asih dan Asuh ……

    Komentar oleh yusuf | Desember 2, 2007 | Balas

  4. sekarang umat Islam merasa asing terhadap ajaran2 Islam yang murni lebih suka beribadah yang dianggap tdk bertentangan dengan masyarakat ataupun hukum yang berlaku dinegara ini padahalkita diwajibkan untuk menjalankan ibadah secara menyeluruh dan tidak boleh setengah2.

    Komentar oleh HHH | Februari 23, 2008 | Balas

  5. assalau’alaikum…
    ya Alloh,,,,ngeri juga ya…kita harus bener-bener waspada,agama di masyarakat kudu dikuatkan lagi.jadi bisa tau mana yang haram dan yang halal

    Komentar oleh nugrahini | Desember 1, 2008 | Balas

  6. ahh yg tentang tikus ga ada apah???

    admin :
    afwan lama balasnya
    ada suatu hadis :
    Ada lima (binatang) yang fasik (jelek) yang boleh dibunuh baik dia berada di daerah halal (selain Mekkah) maupun yang haram (Mekkah): Ular, gagak yang belang, tikus, anjing, dan rajawali (HR. Muslim)
    Karena semua hewan yang diperintahkan untuk dibunuh tanpa melalui proses penyembelihan adalah haram dimakan, karena seandainya hewan-hewan tersebut halal untuk dimakan maka tentunya Nabi
    tidak akan mengizinkan untuk membunuhnya kecuali lewat proses penyembelihan yang syar’iy.

    so TIKUS = HARAM
    Barokallohfiyk

    Komentar oleh billi | April 4, 2009 | Balas


Tinggalkan komentar